Cerita Lucu di Balik Kecelakaan
“Kecelakaan” adalah kata yang selalu dihindari oleh siapapun. Namun, sebagai manusia, kita hanya dapat berharap, sementara Allah yang menentukan. Baik itu kecelakaan yang serius atau yang tampak sepele.
“Deeugg…” hati ini berdebar, dan perasaan langsung menjadi tidak menentu ketika mendengar anak yang kita cintai mengalami kecelakaan, meskipun hanya jatuh dari motor. Berbagai emosi muncul, seperti sedih, khawatir, resah, dan lain-lain.
“Jangan-jangan kakinya patah.”
“Parah tidak ya?”
“Bagaimana keadaan dia ya…”
Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benak, sementara kita belum melihat keadaannya.
Namun, setelah melihat kondisi anak, ternyata hanya ada goresan dan lecet, hati pun lega dan mengucap syukur.
“Alhamdulillah kamu selamat, nak…”
Walaupun begitu, teguran orang tua tetap harus disampaikan.
“Makanya kamu harus patuh, kalau bawa motor jangan kencang.”
“Kalau sudah begini, kamu sendiri yang merasakan, sakit kan?”
Anakku hanya tersenyum, seakan luka-luka kecil itu tidak berarti baginya, lalu dia langsung menyantap makanan yang ada di meja.
“Mama, omelanmu udah selesai, aku lapar nih…” katanya sambil mengunyah gorengan dan pisang coklat di piring hingga habis.
“Tenang saja, mama, aku kan laki-laki, luka segini… kecil, Ma,” ujarnya sambil menjentikkan ibu jari dan telunjuknya.
“Sudah ya, Ma… aku mau istirahat,” tambahnya.
“Eit… lukanya sini, Mama kasih obat dulu,” kataku menahannya.
“Oke, Ma.”
Setelah membersihkan https://uberhomesvc.com/ dan mengobati lukanya, anakku segera masuk ke kamarnya. Namun, sebagai seorang ibu, rasa khawatir tetap ada, terutama ketika lebih dari satu jam berlalu dan anakku belum bangun. Akhirnya, aku masuk ke kamarnya untuk memastikan keadaannya.
Kutatap dan kuamati dari kaki hingga kepala, pipi kiri serta area di bawah matanya bengkak dan menghitam. Yang lebih mengejutkan, saat aku melihat bibirnya,
“Ya Allah, ternyata bibirnya juga sampai menghitam,” gumamku sendiri.
Aku segera menceritakan kepada suamiku, mungkin karena khawatir juga, suami dan anak sulungku ikut masuk ke kamar untuk memastikan apa yang kulihat.
“Haha… Mama coba pakai kacamata deh, ini sisa coklat yang tadi dimakan ade,” kata anak sulungku sambil tertawa.
“Ach, masa sih?” kataku sambil memastikan warna kehitaman di bibir anakku.
Mendengar tawa kami, anak lelakiku terbangun, tetapi tidak mengerti apa yang terjadi. Dengan sigap, anak sulungku mengambil tisu yang sudah dibasahi, lalu berkata,
“Diam de, kakak bersihkan bibirmu,” dan benar saja, setelah diseka, noda kehitaman di bibir anakku hilang dan kembali bersih. Kami pun tertawa bersama.