Mengenal Efek Fast Food pada Kesehatan
Ketika merasa lapar dan terbatas waktu, memesan makanan cepat saji sering menjadi pilihan. Masalah pencernaan tentu tidak dapat dihindari, oleh karena itu tidak mengherankan jika konsep makanan cepat saji semakin berkembang pesat di seluruh dunia. Konsep makanan cepat saji telah ada sejak zaman Romawi Kuno. Pada saat tersebut, konstruksi bangunan bertingkat untuk hunian telah dimulai. Sebagian penduduk tidak memiliki dapur karena keterbatasan luas tempat tinggal.
Karena kesulitan dalam memperoleh makanan, pedagang roti dan minuman mulai berdatangan. Adapun restoran cepat saji modern yang pertama kali menyajikan menu ayam goreng didirikan pada tahun 1916 di Kansas, Amerika Serikat. Namun, istilah makanan cepat saji pertama kali dicatat resmi dalam kamus Merriam-Webster pada tahun 1951 dan terus berkembang hingga saat ini. Setiap tanggal 16 November diperingati https://orderredpigasiankitchen.com/ sebagai Hari Makanan Cepat Saji di Amerika Serikat. Penamaan “fast food” berasal dari kecepatan dalam penyajiannya, bukan dari jenis menu yang disajikan. Makanan cepat saji adalah jenis makanan yang disiapkan dan disajikan dengan cepat. Oleh karena itu, menu yang ditawarkan mencakup makanan praktis seperti burger dan ayam goreng. Makanan fast food memiliki kandungan bumbu yang melimpah dan disukai oleh banyak orang karena ketersediaannya yang cepat.
Di restoran fast food, sebagian besar hidangan sudah siap disajikan kepada pelanggan tanpa perlu disiapkan dari awal. Namun, jangan terkecoh dengan istilah makanan sampah, keduanya memiliki perbedaan. Makanan sampah, yang merupakan istilah yang diperkenalkan oleh Michael Jacobson, direktur Center for Science pada tahun 1972, memiliki kandungan nutrisi yang rendah atau bahkan tidak ada. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah kesehatan yang diakibatkan oleh makanan junk. Secara umum, junk food mengandung tinggi lemak, gula, garam, namun rendah serat dan vitamin.
Meskipun umumnya ditemui dalam bentuk ayam goreng, sebagian besar makanan tersebut tidak lagi segar dan telah kehilangan sebagian besar nilai gizinya. Makanan tidak sehat tidak hanya terbatas pada makanan yang digoreng, tetapi juga mencakup camilan manis seperti permen dan minuman berkarbonasi. Sebagian besar makanan cepat saji adalah fast food, namun tidak semua fast food dapat dianggap sebagai junk food.
Menarik, bukan?
Kita tidak dapat menggeneralisasi dampak konsumsi makanan cepat saji terhadap tubuh, karena tidak semua makanan cepat saji memiliki kandungan nutrisi rendah. Meskipun tidak dapat disangkal bahwa kebanyakan restoran cepat saji menyajikan makanan dengan proses instan dan menggunakan bahan-bahan yang kesegarannya sulit dijamin.
Sehingga, konsumsi makanan fast food yang minim nutrisi telah tergolong ke dalam kategori junk food. Contoh makanan yang tinggi lemak antara lain pizza, sementara makanan tinggi garam adalah kentang goreng. Menurut Journal of Drug Delivery & Therapeutics tahun 2012, mengonsumsi makanan junk dalam jangka panjang dapat menyebabkan diabetes, gangguan jantung, dan obesitas.
Untuk mencegah hal tersebut, langkah terbaik yang bisa dilakukan adalah mengatur konsumsi fast food. Memang, dalam era yang begitu cepat ini, kita memerlukan sesuatu yang instan, termasuk dalam hal makanan. Terkadang kita memiliki keterbatasan waktu dalam memasak dan membutuhkan makanan instan. Maka tidak mengherankan jika makanan cepat saji seringkali menjadi pilihan, namun sebaiknya, kita dapat menghindarinya sepenuhnya atau hanya sesekali saja.
Alternatif lainnya adalah dengan mengganti ayam goreng tepung renyah dengan ayam panggang, atau mengganti minuman bersoda dengan jus. Menjadikan memasak makanan segar di rumah dan menyiapkan bekal sendiri sebagai kebiasaan sehat yang patut diterapkan. Anda dapat membuat sajian seperti pizza atau burger di rumah dengan menambahkan lebih banyak sayuran untuk meningkatkan kandungan serat.